JeMmy Tehardjo | KABARTODAY.com | Kota Palu – Kaledo (kaki lembu donggala) adalah icon kuliner kota palu sulawesi tengah. Makanan berkuah yang berbahan kaki sapi dengan bumbu tradisonalnya itu sudah terkenal sejak abad ke 16 di kota palu dan pada era itu merupakan makanan kehormatan para raja-raja.
Terhitung sejak soekarno, soeharto dan presiden sekarang di Indonesia ini sudah merasakan sensasi makan kaledo di kota palu, menteri-menteri kabinet Indonesia & artis-artis papan atas dalam dan luar negeri tak mau ketinggalan juga ketagihan makan kaledo ketika berkunjung ke kota palu. Lebih mendunia lagi pada saat ada fenomena gerhana matahari total di kota palu, 30,000 an turis ilmiah dan umun dari manca negara dan Indonesia turut melahap kaledo selama mereka bertandang menyaksikan GMT di kota palu.
Kaledo yang dimasak mengunakan api bertekanan tinggi dari bahan kayu bakar ini mampu membuat lidah bergoyang, mata melebar dan kepala manguk-manguk rasa tambah, mencium aroma bumbu alami kaledo dari tumbuhan yang dominan hidup di lereng-lereng pegunungan lembah palu, orang kaili di kota palu menyebutnya dengan nama tava nusuka, rasa kaledo yang begitu khas membawa hayalan anda layaknya makan di sebuah kerajaan nan mewah. Sedang keunikan menyantap kaledo terdapat pada saat menyedot sunsum yang terletak pada bagian tengah tulang kaki sapi.
Kaledo nikmat bila dimakan bersama ubi kayu dan kuah dibuat sedikit pedas dan minumnya air hangat..”waoo delicious delicious,” kata bule-bule dengan wajah berkeringat pipi memerah. Dan itu belum berakhir sebelum menyedot cairan sunsum sapi ditengah tulang-tulang sluuuruppss…. Tulangnya itu sendiri adalah ruas tulang lutut yang masih penuh dengan sun-sum.
Selain diketahui kaledo itu disebut kaki lembu donggala, ada juga versi lain yang mengartikan kaledo berasal dari bahasa kaili, bahasa asli penduduk kota palu yang diterjemahkan menjadi “ka” artinya keras dan “ledo” artinya tidak, sehingga dapat diartikan “tidak keras”.
Dahulunya, Kaledo merupakan sajian kehormatan oleh para raja-raja di Lembah Palu bagi para tamu kehormatan dari kaum bangsawan yang disebut dengan Toma Oge atau Toma Langgai atau Langga Nunu.
Biasanya, mereka adalah para pembesar dari sub-sub kerajaan di lembah Palu. Pada jamuan-jamuan makan yang diselenggarakan, para tamu dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan status sosial undangan. Untuk raja atau pembesar kerajaan, jamuan makan bersama raja berlangsung didalam ruangan rumah (Rara Banua). Untuk para punggawa kerajaan, jamuan makan berlangsung di teras rumah (Ri Tambale), sedangkan untuk rakyat biasa jamuan makan berlangsung di halaman rumah (Ri Poumbu).
Selama acara jamuan makan, ada etika yang harus dipatuhi seluruh peserta, yakni acara makan harus diawali oleh pembesar, dan jika sang pembesar (Toma Oge) belum selesai makan maka peserta tidak boleh berhenti makan, boleh berhenti dengan syarat tidak boleh cuci tangan.
Jika ketentuan tersebut dilanggar peserta, maka pelaku akan dikenai sanksi adat atau denda yang disebut dengan Kivu atau Sompo. Sangsi atau denda bisa berupa sejumlah uang atau hewan ternak seperti Kerbau, besaran denda disesuaikan dengan kondisi ekonomi peserta.
Pada masa kerajaan-kerajaan di kota palu, kaledo disajikan dalam satu wadah yang disebut dula mpanganggu. Kaledo, tidak hanya bisa dinikmati dengan nasi, tapi masyarakat lembah palu, dari dulu hingga sekarang lebih suka menikmati dengan kasubi (singkong kukus), atau loka pagata (jawa: pisang kepok), yang ditempatkan dalam dula mpokada atau dula palanggu (bakul dari kuningan berkaki). Seluruh masakan yang disajikan dengan alas dan penutup daun pisang.
Hidangan tidak dinikmati dengan mencampur langsung seluruh sajian dalam piring, melainkan dengan diisi pada piring atau mangkok kelapa (ri banga nggaluku). Peserta jamuan mengambil sedikit demi sedikit ubi atau pisang, kemudian menyeruput kaledo ri banga nggaluku. Dengan begitu, masakan tidak akan dikerubuti lalat dan bebas debu. Selain itu, masakan yang tersisa bisa dibawa pulang.
Hingga sekarang masih terdapat penjual kaledo tradisional yang mengunakan resep kuno dan telah turun temurun selama beberapa generasi. Tempatnya di Desa Loli 22 km arah barat kota palu menuju kabupaten donggala.
Kini kaledo telah mendunia, karena kaledo punya rasa yang tak pernah bohong, kaledo makanan yang membawa anda menikmati surga. Selamat datang di kota palu, dan selamat menikmati kaledo. ***