SUYANTO | PULANG PISAU | KALTENG – Masih dalam rangkaian untuk mendukung program pengembangan ketahanan pangan di Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis), Direktorat Jenderal Penyiapan Kawasan dan Pembangunan Permukiman Transmigrasi (PKP2Trans) melakukan survei berbasis Ekstensifikasi dengan pola Satuan Permukiman Pemugaran (SP-Pugar).
Seperti yang pernah dipaparkan didepan Bupati Pulpis beberapa waktu lalu, PKP2Trans menargetkan lahan seluas 12.600 hektar yang tersebar di tiga Kecamatan di Kabupaten Pulpis yakni, Kecamatan Maliku, Kecamatan Kahayan Hilir dan Kecamatan Jabiren.
“Ternyata setelah kita turun ke lapangan dengan mempertimbangkan areal-areal yang sudah diusahakan oleh masyarakat, kita hanya mendapatkan sekitar 2.000 hektare saja,” kata Anto Pribadi selaku Direktur Penataan Persebaran Penduduk PKP2Trans.
Namun, lanjut Anto, pihaknya telah mengadakan pertemuan dengan Lurah/Kepala Desa serta Tokoh Masyarakat untuk bersama-sama berkomitmen untuk menata penduduknya menjadi Transmigrasi pola SP-Pugar.
“Transmigrasi pada pola SP-Pugar akan dilakukan dengan melibatkan penduduk setempat (pecahan KK) dengan mengutamakan SDM dari internal Desa tersebut,” terangnya kepada media ini, Minggu (28/06) malam.
Dikatakan Anto, SP-Pugar adalah suatu permukiman transmigrasi yang dilakukan disuatu lokasi mengutamakan unsur konsolidasi tanah di wilayah Desa tertentu. Sehingga tertata menjadi suatu permukiman yang bisa untuk pengembangan pertanian (Padi), memudahkan aksesbilitas, memudahkan pembangunan infrastruktur, memudahkan pra/pasca panen dan seterusnya.
“Intinya, SP-Pugar ini konsolidasi di dalam Desa sehingga tertata rumah-rumahnya serta infrastruktur didalamnya,” imbuhnya.
Dengan belum tercapainya target, dirinya berharap agar pemerintah daerah bisa mengusahakan lahan yang bebas dari peruntukan, yang dibebas dari penguasaan masyarakat, bebas dari hutan lindung maupun hutan produksi. Sehingga bisa menambah lahan untuk dapat dimanfaatkan ekstensifikasi guna mendukukung ketahanan pangan.
“Karena Transmigrasi itu berdasarkan Undang-undang nomor 29 tahun 2009, PP nomor 3 tahun 2014, kemudian Peraturan Presiden nomor 50 tahun 2018 tentang penyelenggaraan transmigrasi itu pada hakekatnya adalah koordinatif dan sinergis antara pemerintahan Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota sampai di masyarakat,” bebernya.
Ditanya terkait dasar-dasar untuk pemetaan, Anto menjelaskan, mengkompilasi peta-peta yang ada di Kelembagaan, Dinas maupun Badan yang berkaitan dengan tanah. Misalnya, BPN, kantor Pertanahan, Kementerian Lingkungan Hidup serta Bappeda untuk RTRWnya kemudian data tersebut disinkronkan.
“Hasil survei ini selanjutnya nanti akan dikoordinasikan dengan Desa lagi. Sedangkan untuk lahan, nanti yang banyak peran adalah pemerintah daerah. Tergantung kepada Pemerintah Daerah sendiri minat apa tidaknya nanti, apabila salah satu tidak ada dukungan penuh, maka tidak akan tercapai,” tutupnya. KABAR TODAY.COM