KABARTODAY.COM | JeMmy Tehardjo | Kota Palu – Dinas Pekerjaan Umum Buol diduga telah melakukan tindak pemblokiran uang nasabah secara sepihak tanpa melalui prosedur Perbankan yang sebenarnya. Celakanya pihak Polres Buol terkesan mengamini dan menutup mata terhadap persoalan itu.
Prosedur pemblokiran dimaksud adalah, apabila yang memiliki rekening terkait tindak kejahatan, sesuai dengan Pasal 29 ayat (4) UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bunyi pasal: “Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi.” // Pasal 71 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Bunyi pasal: “Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan Pihak Pelapor untuk melakukan pemblokiran Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari: a) Setiap Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik; b) tersangka; atau c) terdakwa.” Ditentukan dalam Pasal 17 ayat (1) butir a UU 8/2010 bahwa Pihak Pelapor diantaranya adalah meliputi bank. // Ditambahkan pula : Bank Indonesia sendiri dalam Pasal 12 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (“PBI 2/19/2000”) menyebutkan bahwa: “Pemblokiran dan atau penyitaan simpanan atas nama seorang Nasabah Penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa oleh polisi, jaksa, atau hakim, dapat dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memerlukan izin dari Pimpinan Bank Indonesia.”
Berdasarkan pengaturan tersebut tampak bahwa terkait dengan perkara pidana pihak bank atas permintaan polisi, jaksa atau hakim dapat memblokir rekening seorang tersangka atau terdakwa tanpa perlu mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia.
Dan permintaan pemblokiran rekening oleh bank atas permintaan beberapa lembaga berwenang pada saat bersamaan dimungkinkan terjadi karena mereka memang memiliki kewenangan untuk itu.
Akan tetapi, jika kita bicara mengenai eksekusi terhadap rekening tersebut, sesuai Pasal 1137 KUHPerdata, hak didahulukan adalah milik negara, kantor lelang dan badan umum lain yang diadakan oleh penguasa.
Dengan pemahaman bahwa dalam perkara pidana aset/rekening tersebut bisa saja kemudian diputus menjadi milik negara. Artinya, bila pengadilan menyatakan rekening tersebut disita menjadi milik negara, maka hak negaralah yang didahulukan.
Oleh karena itu, permintaan pemblokiran rekening terkait eksekusi perkara perdata tidak bisa serta merta dilakukan sebelum putusan pidana mencabut penetapan pemblokiran rekening tersebut.
Sementara itu, berdasarkan data dari pengacara Moh Juanda, SH kuasa hukum dari Frangky Amrin @ Ko’ Hengky Dirut PT Empat Bersaudara, menyebutkan dengan diblokirnya uang kegiatan proyek peningkatan jalan dalam ibukota di Desa Busak, Kecamatan Kramat Kabupaten Buol, TA – 2015 – APBN – Rp.1,435,000,000,-(satu miliar empat ratus tiga puluh lima rupiah) sama dengan memasung dan merampas hak warga Negara.
“ Enak aja main blokir sembarang, emangnya klien saya itu penjahat?. Justru rekening diblokir inprosedural sama saja merampas hak klien saya sebagai warga Negara Indonesia,” kata Moh Juanda, seraya menambakan bahwa selain pemblokiran dilakukan yang ditenggarai pula pihak dinas ada upaya untuk “memeras” kliennya.
“Pelaksaan proyek sudah dilaksanakan 100 % pada tanggal 7 Januari 2016, kemudian anggaran yang terblokir 83%, sementara 17% masih ada di kas daerah kabupaten Buol. Sementara uang yang diblokir pada saat itu senilai Rp. 660 an Juta dari Pagu Rp,1,435 Miliar. Jadi, pada saat anggaran 83% dicairkan, kegiatan proyek telah ditahap finishing, sehingga tidak ada alasan untuk melakukan pemblokiran uang tersebut.” terangnya.
Sedangkan menurut Panitia Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PU Buol, Amrin ST, diblokirnya uang itu dikarenakan kegiatan tersebut belum menyelesaikan proses administrasi sesuai kontrak.
“ Kami harus hati-hati mengeluarkan uang karena ini uang Negara, diblokirnya uang karena perusahaan itu belum ada dukungan laboratoriumnya,” ujar Amrin kepada Kabartoday.com via telepon.
Pengacara Moh Juanda membantah bahwa yang disebut Amrin itu mengada-ngada.
“ Berdasarkan materi kontrak, yang menjadi kewajiban PPK harus membayarkan uang sesuai prosentase pekerjaan. Soal dukungan laboratorium, menurut konsultan tidak ada dalam kontrak pekerjaan agregat halus split (spefikasi material) satu dua, yang ada itu split dua tiga, karena kualifikasi agregat halus split satu dua. Sementara dalam kontrak mengunakan split dua tiga. Kira-kira apalagi yang mau di laboratorium, sementara kegiatan mengunakan split dua tiga bukan split satu dua. Sedangkan split dua tiga material itu telah melalui pengujian laboratorium material awal. Bila ingin dipermasalahkan mengapa tidak sejak awal dipersoalkan,” tutup Juanda
Pihak penyidik Kepolisian Resort Buol bernomor telepon selural 08514553XXXX tidak mengangkat telepon tim wartawan BN/binpers.com. Berdasarkan laporan polisi nomor: STPLP/123/III/SULTENG/RES-BUOL hingga berita ini dirilis belum ada aksi Polisi menyelesaikan proses laporan tersebut. ***