Erwin | KabarToday.com – Gas LPG tiga kilo gram sudah sangat sulit ditemukan di Ibu Kota Palu dan bahkan efek kelangkahan pendistribusian Gas LPG tiga kilo gram yang dibutuhkan oleh orang miskin mengelinding hampir se-provinsi Sulawesi Tengah yang kesulitan memperoleh GAS ‘Melon’ tersebut, termasuk warga miskin di Kabupaten Tolitoli. Sehingga patut disebut si miskin di Sulteng DARURAT Gas 3 Kg.
Berdasarkan pantauan Erwin Wong, KabarToday.com di Tolitoli, kelangkahan Gas miskin telah berlangsung cukup lama, pangkalan maupun agen distribusi resmi di Tolitoli seakan-akan angkat tangan dan enggan berusaha menambah modal usaha mereka guna memenuhi kebutuhan warga akan gas miskin tersebut.
Celakanya, menurut Ketua LSM Bumi Bakti, Ahmad Bombang, di Tolitoli mengatakan penyebab kelangkahan gas tiga kilo gram diakibatkan karena salah sasaran.
“ Salah satu penyebab fatal kelangkahan gas miskin disebabkan oleh karena orang yang di kategori mampu juga turut memburu gas miskin, hingga apa lacur, stok gas miskin jadi langkah. Jika hanya orang yang di kategori miskin dilayani, maka kelangkahan kebutuhan gas tiga kilo gram itu tak perlu terjadi,” kata Ahmad Bombang di Tolitoli, Selasa (24/4).
Lanjutnya mengatakan Pemerintah dan pihak Kepolisian harus serius menanggapi kebutuhan pokok itu.
“ Seharusnya Pemda lebih memaksimalkan tugas Pol. PP dan berkerja sama dengan pihak Kepolisian untuk membantu warga miskin, dengan cara memeriksa satu-per satu pembeli yang benar-benar terkategori miskin dan dibekali kartu gas miskin yang didalam kartu itu tercantum nomor KTP sesuai dengan KTP resmi yang dipegang pembeli dan diperlihatkan ketika melakukan pembelian gas tiga kilo,” demikian dikatakan Ahmad Bombang dengan wajah serius kepada KabarToday.com .
Lalu, dikatakannya lagi, setiap transaksi kartu gas miskin tiga kilo gram itu dilubangi mirip alat pelubang karcis di kereta api, agar pembeli tidak bisa lagi mencurangi petugas.
“ Caranya setiap orang yang beli gas, maka kartunya harus dilubangi lah, itu kalau mau aman,” tutur Ketua LSM Bumi Bakti.
Salah seorang ibu rumah tangga di Ibu Kota Tolitoli, bernama Warda, justru menilai kekisruhan setiap kali membutuhkan gas tiga kilo gram itu diakibatkan dari ketidaksiapan pemerintah pusat melakukan konversi dari minyak tanah ke gas bumi, sehingga pada akhirnya warga yang jadi korban ambisi pemerintah pusat.
“ Jika pemerintah pusat dan daerah tidak mampu menyediakan pasokan gas elpiji kepada rakyatnya, seharusnya jangan dihilangkan subsidi minyak agar masyarakat tidak berharap banyak dengan gas elpiji,” ujar Warda dengan pipi memerah.
“ Kalau pun ada minyak tanah yang dijual harganya sudah mencapai 12.500 per-liter dipangkalan resmi, kami pasti beli minyak tanah itu,” pungkas Warda berharap dikembalikannya ketersedian minyak tanah dipasaran khusus di Kabupaten-Kabupaten di Indonesia. ***
Editor : JeM